Wayangan dalam Tradisi Merti Dusun Susukan: Refleksi Kearifan Lokal Desa Tegalombo
23 September 2025 |
Administrator
| Kegiatan
Wayangan dalam Tradisi Merti Dusun Susukan: Refleksi Kearifan Lokal Desa Tegalombo
Tegalombo, Kalikajar — Dalam rangkaian agenda budaya tahunan Merti Dusun Susukan, Pemerintah Desa Tegalombo menggelar pagelaran wayang kulit sebagai salah satu acara puncak pada Senin malam, 22 September. Bertempat di panggung utama Dusun Susukan, acara ini menjadi magnet antusiasme warga sekaligus bentuk nyata pelestarian warisan budaya Jawa di tengah arus modernitas yang kian menggerus nilai-nilai tradisional.
Kegiatan ini tak hanya menyuguhkan tontonan, tetapi juga sarat makna dan pesan moral yang relevan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat saat ini.
Merti Dusun: Ritual Kolektif sebagai Wujud Syukur dan Identitas Komunal
Merti Dusun adalah sebuah tradisi budaya yang telah diwariskan lintas generasi oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan selama satu tahun terakhir. Dalam konteks Dusun Susukan, Merti Dusun bukan sekadar ritual spiritual, melainkan juga menjadi wahana pemersatu warga dalam semangat gotong royong dan pelestarian identitas kultural.
Melalui kegiatan ini, masyarakat tidak hanya menjaga hubungan dengan Yang Maha Kuasa, tetapi juga memperkuat ikatan sosial antarwarga. Upacara ini biasanya dimulai dengan doa bersama, sedekah bumi, kenduri, hingga hiburan rakyat — yang dalam pelaksanaannya tetap berpijak pada nilai-nilai tradisional dan religi.
Wayang Kulit: Lebih dari Sekadar Hiburan, Ini adalah Panggung Filosofi Kehidupan
Pagelaran wayang kulit pada malam merti menjadi simbolisasi dari narasi kebijaksanaan Jawa yang sarat nilai moral, spiritual, dan etika. Dalam pertunjukan kali ini, sang dalang tampil bukan hanya sebagai pendongeng, tetapi sebagai “guru budaya” yang menyampaikan ajaran hidup melalui kisah para ksatria dan punakawan.
Dengan diiringi gamelan yang dimainkan secara harmonis oleh para niyaga berpakaian tradisional bermotif bunga menyala, suasana terasa magis dan penuh khidmat. Layar kelir menjadi saksi bisu bagaimana bayang-bayang wayang bertransformasi menjadi simbol pergulatan batin manusia — antara baik dan buruk, antara nafsu dan kebijaksanaan.
Tak hanya anak-anak dan orang tua, generasi muda pun tampak menyimak dengan seksama. Ini menjadi bukti bahwa jika dikemas secara tepat, budaya tradisional mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bahkan di era digital seperti sekarang.
Integrasi Pemerintah dan Budaya Lokal: Sinergi yang Membangun Peradaban
Pagelaran ini mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Kecamatan Kalikajar dan menjadi bagian dari gerakan Gumebyarnya Kalikajar, sebuah inisiatif pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal. Dukungan ini diperkuat dengan kehadiran slogan pelayanan publik BerAKHLAK dan #BanggaMelayaniBangsa, yang menunjukkan sinergi antara pelestarian budaya dan semangat reformasi birokrasi.
Informasi dan dokumentasi kegiatan juga dipublikasikan secara aktif melalui berbagai kanal media sosial dan platform digital milik Kecamatan Kalikajar. Langkah ini tidak hanya sebagai dokumentasi visual, tetapi juga sebagai bentuk adaptasi pemerintah dalam mendekatkan budaya lokal kepada generasi muda yang kini hidup di era serba digital.
Penutup: Menjaga Budaya adalah Merawat Akar Bangsa
Pagelaran wayang kulit dalam rangka Merti Dusun Susukan bukan hanya kegiatan seremonial tahunan, tetapi sebuah representasi dari kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari jati diri bangsa. Di tengah gempuran budaya luar, masyarakat Tegalombo menunjukkan bahwa budaya tidak hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dihidupkan, dibanggakan, dan diwariskan.
Dengan pelibatan aktif masyarakat, dukungan pemerintah, serta pemanfaatan media digital, Desa Tegalombo menjadi contoh bagaimana kearifan lokal bisa menjadi kekuatan besar dalam membangun karakter, identitas, dan masa depan sebuah komunitas.

#KalikajarGumebyar #DusunSusukan #DesaTegalombo